Tuesday, May 14, 2013

Pergi ke Museum

Belum lama ini Abi mengajak saya dan anak-anak mengunjungi museum milik keluarga kraton Solo. Saat berangkat, Abi mengatakan kepada anak-anak bahwa kami akan berangkat ke kota yang pernah bersaudara dengan Jogja. Anak-anak sibuk menebak-nebak kota apakah yang hendak dituju. Ketika sampai Solo, anak-anak berpikir bahwa permainan sudah selesai, tapi ternyata Abi membawa kami ke kraton dan museumnya. Di sini, permainan justru baru dimulai.

Si sulung mengambil peran sebagai juru foto yang mendokumentasikan apa-apa yang kami lihat di kraton dan di museum. Sementara si bungsu yang baru bisa membaca, diminta untuk membacakan informasi yang tertera pada tiap barang yang dipajang di museum. Anak-anak terlihat senang dan gembira. Kebetulan memang sudah agak lama kami tidak mengunjungi museum.

Banyak hal yang bisa kami lihat dan kami jadikan catatan dari perjalanan ke kraton dan museum kemarin. Beberapa catatan justru datang dari pertanyaan anak-anak. Anak-anak misalnya bertanya tentang Pangeran Diponegoro yang patungnya dipajang di salah satu ruangan museum dan bangunan besar serupa menara di salah satu sudut kompleks keraton. Saya mencoba menjawab sebisa saya dengan mengatakan bahwa keraton Solo dan keraton Jogja memiliki silsilah sejarah yang sama dan bangunan kraton yang mirip satu sama lain, namun karena campur tangan asing mereka terpisah menjadi dua kerajaan kecil

Anak-anak juga bertanya tentang kondisi museum yang berdebu dan banyaknya sampah di sekitar kompleks kraton. Saya hanya bisa mengatakan bahwa, semakin banyak orang pandai belum tentu semakin santun sikapnya terhadap lingkungan. Diperlukan lebih dari sekadar kepandaian agar seseorang bisa bersikap peduli dan bijaksana. Allah Maha Tahu betapa sedih hati saya ketika saya menjawab pertanyaan si sulung dengan jawaban ini.

Perjalanan yang direncanakan Abi kemarin benar-benar memberi anak-anak kesempatan berekreasi sekaligus belajar. Saya ingat, waktu saya kecil dulu pun, pergi ke museum selalu menjadi tujuan favorit saya. Pengalaman pertama pergi ke museum gajah ketika kanak-kanak dulu benar-benar meninggalkan kesan yang menyenangkan buat saya. Waktu itu, buat saya, museum menyimpan kisah dan misterinya sendiri ... tapi alih-alih horor, kisah dan misteri itu justru bersifat penuh rahasia sehingga mengundang keingintahuan saya.

Konsep saya tentang museum agak bergeser ketika saya bersama teman-teman sekolah mengikuti karya wisata ke museum lubang buaya, museum nasional, dan museum mandala wangsit siliwangi. Saat itu saya mulai melihat museum sebagai sebuah tempat angker yang memiliki asosiasi dengan dorongan untuk menang, memimpin, atau berkuasa. Meski agak berbuntut panjang, konsep saya yang lama tentang museum dengan segera mengalami recovery setelah saya mengunjungi museum geologi bandung.

Di akhir masa remaja saya, dari beberapa kali kunjungan saya ke museum, saya pun mulai membanding-bandingkan bahwa museum sejarah modern seperti lubang buaya, mandala wangsit siliwangi, dan museum nasional, mengandung sisi kelam yang berkonotasi pembantaian, perang, dan kekuasaan. Sementara museum pra sejarah justru memancarkan kekayaan sejarah masa lampau yang alih-alih penuh dengan kekerasan justru kental dengan lapis budaya penuh makna. Entahlah, mungkin karena saya hidup di alam sejarah modern sehingga mempengaruhi kesan saya terhadap kedua jenis museum ini pun berbeda sekalipun keduanya sama-sama menyimpan kisah sejarah bangsa ini.

Terlepas dari alasan apa pun yang melatarbelakangi perbedaan kesan yang saya rasakan, saya selalu percaya bahwa wisata museum adalah wisata yang harusnya tidak hanya masuk dalam kurikulum di sekolah, tapi juga dalam daftar kunjungan rekreasi keluarga. Saya percaya tugas orangtua bukanlah menjadi pemberi seluruh informasi sejarah yang terkandung dalam benda-benda yang dimuseumkan, tapi memberi bekal eksposure yang cukup bagi anak agar mereka tidak melupakan sejarah bangsanya dan, yang lebih penting lagi, agar mereka mengambil kebijaksanaan dari pelajaran sejarah di masa lalu maupun masa kini.


foto: dokumentasi pribadi


No comments:

Post a Comment