Tuesday, July 2, 2013

Belajar Menulis #5 Do Not Copy, please ...

Kemarin saya sempat membaca tulisan bagus yang diposting di blog Ibu-Ibu Doyan Nulis, salah satu forum yang saya ikuti sebagai anggota. Tulisan itu membahas masalah plagiarisme di dunia blogger. Agak tersentak juga saya membaca tulisan itu karena ternyata masalah di dunia blogging tidak jauh dari masalah yang biasa dihadapi di dunia akademik.

Sebagai pembelajar baru di belantara blogging dan penulis wannabe, saya merasa cukup khawatir dengan maraknya plagiarisme yang mewabah. Saya yakin setiap orang ingin sekali bisa berusaha dengan apa yang dimilikinya, dan besar/kecilnya penghargaan terhadap karya orang lain sebenarnya merefleksikan besar/kecilnya penghargaan terhadap karya sendiri. Kalau mau jujur, setiap orang juga pastinya ingin dihargai kan dengan karya-karyanya, jadi kemarahan sudah pasti wajar kalau bicara tentang hak cipta yang diambil alih begitu saja.

Sebenarnya ada banyak cara untuk menjadi apa pun yang lebih baik ... istri yang lebih baik, ibu yang lebih baik, penulis yang lebih baik, dst yang lebih baik. Dari banyak cara yang tersedia, saya percaya bahwa belajar dari kesalahan adalah guru yang paling baik ... jalannya mungkin lewat peluh dan aral melintang yang melelahkan dan kadang terasa pahit ditelan, tapi kalau kita ikhlas dan mampu berdamai dengan segala pengorbanan di muka, insyaAllah buahnya juga akan terasa manis di akhir, apalagi jika diresapi dengan penuh kesyukuran.


Monday, July 1, 2013

Sampah Organik dan Anorganik

Sudah satu bulan ini saya mencoba mempraktikkan pembagian kotak sampah di rumah berdasarkan jenisnya: sampah organik dan anorganik. Idenya sebenarnya berasal dari Abi. Waktu itu Abi mengeluh karena sampah yang biasa digabung di rumah menimbulkan bau tidak sedap. Karena tidak tau mau diapakan, saya cuma bisa balik bertanya apakah Abi punya saran untuk menyelesaikan masalah ini. Jujur saja, saya sendiri tidak paham bagaimana mungkin penggabungan dua jenis sampah dalam satu tong sampah yang sama bisa menimbulkan bau yang tidak sedap seperti itu. Tapi waktu Abi memberikan saya saran untuk memisahkan sampah berdasarkan jenisnya: organik dan anorganik, saya pikir tak ada salahnya untuk mengikuti saja sarannya.

Untuk mendukung keberhasilan gerakan memisahkan sampah organik dan anorganik di rumah, saya mencoba mengajak anak-anak untuk belajar membedakan mana yang termasuk sampah organik dan mana yang bukan sampah organik. Kebetulan sekali, di buku pelajaran IPA si sulung juga ada pelajaran tentang makhluk hidup yang menjelaskan tentang perbedaan benda hidup (organik) dan benda mati (anorganik). Jadi ketika saya mulai mengintroduksi gerakan ini, saya mencoba mengaitkannya dengan materi pelajaran IPA yang sedang dipelajari si sulung. Hasilnya, si sulung dengan antusias membantu saya menjelaskan pada adiknya ketika ia masih belum mengerti cara membedakan benda organik dengan anorganik. 

Alhamdulillah, sekarang ini si sulung maupun si bungsu sudah terampil membuang sampah menurut jenisnya pada tempat sampah yang tersedia. Ketika kami jalan-jalan pun, si bungsu suka bertanya jika tempat sampah yang tersedia hanya ada satu, "Ummi, kalau aku mau buang bungkus wafer ini dimana? Soalnya tempat sampahnya kan cuma satu," pikir saya dia pasti khawatir kalau dia membuang sampah di tempat sampah yang tidak sesuai jenisnya.

O ya, sejak dimulainya gerakan ini, bau sampah yang menyengat di rumah sudah tidak lagi kami rasakan. Alasannya sederhana, saya jadi teratur membuang sampah organik setiap 1-2 hari sekali, sedangkan sampah anorganik bisa dibuang lebih lama: 3 hari sekali. Memang seharusnya sampah organik bisa diolah lebih lanjut menjadi pupuk, tapi sejauh ini memang belum sempat saya pelajari cara pengolahannya bagaimana. InsyaAllah, sambil jalan, saya bisa belajar mengolah sampah organik di rumah.

Sumber foto: http://www.buletinbelantara.com/2012/05/sampah-organik-dan-anorganik.html