Wednesday, June 26, 2013

Belajar Menulis #4 Terapi Menulis

Dulu, waktu saya masih kuliah, saya pernah membaca buku tentang menulis sebagai terapi. Saya lupa siapa penulisnya, tapi yang jelas ia adalah seorang psikolog. Diterbitkan oleh Mizan, buku itu merupakan buku terjemahan dan di buku itu dijelaskan bagaimana menulis bisa menjadi terapi bagi jiwa. Saya sebenarnya tidak terlalu ngeh dengan maksud dari isi buku itu, karena saya dulu terbiasa memamah tulisan tanpa benar-benar paham apa maksudnya, lalu membiarkan diri saya menangkap maknanya lewat Aha! Moment. Sekarang, setelah punya blog dan mencoba membiasakan diri menulis saya baru pahami kebenaran isi buku itu.

Setelah kurang lebih tiga bulan ngeblog, saya merasakan sendiri bagaimana menulis menjadi terapi bagi jiwa. Dalam tulisan, saya bisa mengungkapkan kegembiraan, kesedihan, bahkan kegundahan. Dalam tulisan, saya juga bisa menyampaikan kesan yang saya miliki terhadap sesuatu, baik positif maupun negatif. Dalam tulisan, saya bisa mendapatkan kebebasan untuk mengekspresikan pendapat saya dan nilai-nilai yang saya pandang penting untuk dibagi. Karena itu, dalam tulisan, saya merasa memiliki kekuatan untuk berbagi. Bagi saya pribadi, kemampuan untuk berbagi kesan dan pelajaran dalam tulisan saya adalah salah satu sumber kekuatan dan kesehatan bagi jiwa.

Agar bisa menjadi terapi yang positif bagi jiwa, saya yakin menulis haruslah yang positif, bahkan sekalipun ingin menulis kesan pengalaman negatif, tetap saja harus diikat maknanya dalam sebuah pelajaran yang positif. Prinsipnya sederhana: seseorang tidak mungkin memiliki jiwa yang sehat ketika pada saat yang bersamaan ia sibuk mengumbar negativitas tanpa mampu menarik intisari yang terkandung di dalamnya. Karena itulah menulis menjadi sarana untuk mendisiplinkan diri menarik hikmah dari setiap kejadian. Dengan cara yang sama, seseorang akhirnya belajar untuk berdamai dengan dirinya sendiri lewat tulisan-tulisannya ... wallahu'alam.

foto: dokumentasi pribadi






Monday, June 24, 2013

Matematika Burjo

Siang ini, sepulang dari sanggar, kami mampir ke burjo langganan. Dulu, Abi yang memperkenalkan burjo ini pada kami karena bubur ayamnya yang enak. Setelah mencicipi sendiri, anak-anak dan saya setuju dengan selera Abi, bubur ayamnya memang enak. Selain bubur ayam, saya juga senang dengan molen pisang dan ubinya yang menggoda selera. Sebagai penggemar gorengan, anak-anak juga suka dengan molen pisang, seperti ibunya. Sementara Abi menikmati tidak hanya bubur ayamnya, tapi juga mie magelangan dan mie dokdok kesukannya. Di samping makanan dan minumannya, saya senang dengan warung burjo ini karena tempatnya bersih dan pelayanannya yang ramah.

Biasanya kami ke burjo berempat dengan kru lengkap setiap hari minggu. Sepulang dari agenda rutin pagi bersama, kami biasa mampir untuk sarapan. Tapi, siang ini, saya bawa anak-anak mampir ke burjo karena perut meronta diisi. Saya pikir, kasihan juga kalau anak-anak harus menahan perut kelaparan di sepanjang jalan. Kalau malah jadi masuk angin kan repot urusan. Jadi, ketika saya menawarkan anak-anak untuk mampir di burjo, anak-anak langsung mengangguk setuju dengan senyum merekah ^^

Di antara agenda makan dan minum, si sulung sibuk menghitung berapa uang yang harus dibayar untuk bubur, teh manis, mie dokdok, dan gorengan yang kami makan. Ternyata, meski si sulung tidak suka dengan pelajaran matematika, tapi saat ia berhitung dengan materi yang real, ia bisa membuat operasi penjumlahan, pengurangan, dan perkalian dengan cepat. Si sulung, misalnya, mengalikan jumlah molen yang ia makan dengan harga yang tertera di papan menu. Ia juga menambahkan setiap pesanan yang kami minta kepada pelayan dengan operasi penjumlahan. Dan ia juga mencoba melihat siapa yang membuat pengeluaran terbanyak di antara kami bertiga dengan operasi pengurangan. Semua itu dia lakukan tanpa buku coret-coret yang biasanya dia perlukan kalau belajar matematika di rumah. Belajar matematika di burjo ternyata jauh lebih mengasyikkan bagi si sulung daripada belajar matematika dengan soal cerita di buku ^^










Sunday, June 23, 2013

Catatan Kepulangan


Tuan, haluan burung yang kembali ke sarang mengantarku pulang
tapi lagu yang mereka nyanyikan entah kenapa terasa sumbang

...


Tuan, langitku meredup dalam bayangan senja
bayanganku jatuh menapak tanah yang basah oleh air mata

Harusnya aku terjaga dan tak singgah berlama-lama
Harusnya kusadar bahwa di balik setiap mantra tersimpan dahaga dunia
Harusnya kubanting keras-keras cawan anggur yang teronggok di atas meja

...

Tuan, langkahku tertahan oleh embun yang menyergap mata
dan kerikil tajam yang membuat kakiku luka

Harusnya aku bergegas pergi dan berlari menapaki mimpiku sendiri
Karena setiap mimpi punya cerita dan setiap mimpi mengandung doa

Harusnya kuhancurkan saja berhala yang menghalangi jalanku
Karena doa surgawi tak layak bersanding dengan puja puji berhala dunia

...

Tuan, rinduku menggempur menyala-nyala pada ceruk tak bernama
biarkan ia terang bagai suluh, berkobar-kobar di tengah kegelapan

Tuan, rinduku membadai menggusur timpas labirin rahasia
biarkan ia basah bagai hujan, menyiram pohon-pohon yang meranggas di taman jiwa

...

foto: persembahan si bungsu untuk blog ummi







Thursday, June 20, 2013

Pada jiwa-jiwa yang Kau titipkan ...

Setiap bayi lahir bersama pesan bahwa Tuhan belum putus asa pada manusia
(R. Tagore, Gitanjali)


Benarkah itu, Tuanku?
Entahlah
Dalam dangkal pengetahuan diri ini tentang hidup dan kehidupan,
mungkin kata-kata bijak seorang pujangga dunia memang benar adanya.

Bila kucermati, selalu saja ...
Dalam tetesan air matanya,
anak-anak menawarkan kebesaran jiwa untuk memaafkan
Dalam senyum dan tawa riangnya
anak-anak memperlihatkan kebersahajaan yang tulus memberi
Bahkan dalam kepolosannya memandang dunia
anak-anak menghamparkan kebijaksanaan yang bebas dari rupa-rupa

Sementara ..
Dalam air mata manusia dewasa
tersimpan tujuan, kehendak, dan keinginan yang tak tercandra
Dalam senyum dan tawa manusia dewasa
terekam lara dan pedih yang pekat bagai jelaga, berkerak di dasar jiwa
Dimanakah kejujuran dan ketulusan dalam jernih tutur dan bening hati kanak-kanak mereka dahulu?

...

Semalam,
saat kupandangi tidur lelap jiwa kanak-kanak di hadapanku
kuinsyafi seluruh perjalanan yang kulewati saat masih dalam buaian bundaku dulu hingga kubuai anak-anakku kini
Lalu, kusadari ada kekecewaan akibat harapan yang tak terpenuhi
ada besaran dan satuan yang mengukur tingkat kepatuhan dan cinta
ada jiwa-jiwa yang kerdil akibat dikerdilkan, lalu mengerdilkan yang lainnya

...

Pada jiwa-jiwa yang Kau titipkan, Tuanku
Berikanlah mereka ketetapan pada hati yang telah Kau singkapkan
agar agama selalu menjadi pegangan dan akhlak selalu jadi yang terdepan

Pada jiwa-jiwa yang Kau titipkan, Tuanku
Berikanlah mereka keberanian meniti jalan kebenaran yang Kau gariskan
agar selamat mereka di perjalanan dan dunia tidak menjadi tujuan

Pada jiwa-jiwa yang Kau titipkan, Tuanku
Jauhkanlah mereka dari lapar pengakuan dan haus pujian yang menghinakan
Dan peliharalah mereka dengan kekuatan untuk bersyukur dan keberanian untuk bersabar

Pada jiwa-jiwa yang Kau titipkan, Tuanku
Lindungilah mereka dari mata liar pemuja dunia yang menyesatkan
Dan genggamlah mereka dalam cahaya pengetahuan menuju keselamatan

Demi jiwa-jiwa yang Kau titipkan, Tuanku
berkatilah doa ini ...


foto: persembahan dari si bungsu untuk blog ummi




Monday, June 17, 2013

Belajar Masak #7 Kue Semprit

Hari ini si bungsu request ingin praktik masak. Awalnya si bungsu ingin bikin donat, tapi saya kasih dia usulan yang lebih menantang: belajar bikin kue untuk persiapan lebaran. Hehehe, ini sih sebenarnya boleh-bolehnya saya aja mengajak si bungsu untuk menemani saya belajar bikin kukis untuk persiapan lebaran. Si bungsu sendiri keliatan sangat antusias. Kami lalu browsing cari resep kukis sederhana yang menggunakan sedikit telur dan sedikit margarin saja supaya bisa memanfaatkan bahan yang tersedia di rumah saja. Akhirnya, ketemulah satu resep kukis klasik yang sering saya temui saat lebaran: kue semprit. Resepnya saya temukan di website sajian sedap.

Bahan-bahan:

150 gr margarin (saya pakai cuma 100 gr, karena memang sisa margarin di dapur tinggal 100 gr :p)
25 gr susu bubuk
1 kuning telur
200 gr tepung terigu (saya kurangi jadi 175 gr)
25 gr tepung maizena
100 gr gula halus (saya pakai gula biasa dengan takaran 80 gr saja)
1/2 sdt vanili bubuk

Cara membuat:

(1) margarin, gula, dan vanili dikocok hingga rata, masukkan kuning telur lalu aduk rata
(2) campurkan dengan susu, tepung terigu, dan maizena
(3) buat bentuk sesuai selera. Kalau menuruti resep asli, harusnya bentuknya dibuat dengan semprotan (apa sih istilah kulinernya yang tepat?) berbentuk bunga, tapi saya minta si bungsu untuk membentuk dengan cetakan lucu yang dia dapat sebagai kado ulang tahun dari tantenya ^^ *makasih tante ...* lagipula mungkin karena komposisi margarin yang dipakai tidak sesuai takaran jadinya tekstur adonan tidak memadai pula untuk dicetak dengan semprotan.

Hasilnya ... voila ... kayak begini ini nih hasil eksperimen saya dan si bungsu ^^


 foto: aseli buatan sendiri

Thursday, June 13, 2013

Wawancara Kerja

Beberapa hari yang lalu saya mendapatkan surat panggilan wawancara dari sebuah perusahaan. Ini adalah jawaban dari lamaran yang saya layangkan beberapa waktu sebelumnya. Meski saya yakin ini bukan tahapan seleksi final, tapi saya bersyukur karena setidaknya lamaran saya mendapatkan jawaban.

Tapi karena sudah lama tidak mengalami proses wawancara kerja, saya jadi bingung sendiri apa yang harus saya persiapkan. Akhirnya persiapan yang saya lakukan hanya satu saja: persiapan mental, apa pun hasilnya insyaAllah itu yang terbaik.

Di hari wawancara, supaya tidak terlambat saya sudah duduk manis menunggu giliran wawancara 1 jam sebelumnya. Wawancaranya sendiri tidak lama, tidak lebih dari 1 jam, tapi mungkin saya sendiri tidak siap dengan perkiraan pertanyaan yang biasanya ditanyakan saat wawancara, jawaban saya pun melebar ke kanan, ke kiri, memutar, meliuk tidak karuan. Hadeh ...

Saya sedih juga ketika wawancara berhenti di pertanyaan: apakah sudah punya pengalaman...? dan saya hanya bisa bilang, belum. Faktanya, saya memang belum punya pengalaman pada pekerjaan yang saya lamar. Saya jadi bertanya-tanya, jika setiap perusahaan hanya ingin merekruit pegawai yang sudah berpengalaman, di mana kesempatan bagi orang yang belum berpengalaman seperti saya. 

Karena saya ingin agar cerita ini bisa menjadi inspirasi bagi pembaca, saya mencoba merangkum pelajaran penting yang saya dapatkan dari sedikit pengalaman wawancara saya kemarin:
(1) kenali kekuatan dan kekurangan diri sendiri
(2) kenali profil perusahaan: sejarah, visi-misi, produk
(3) jika tidak punya pengalaman, tonjolkan aspek kekuatan diri sendiri untuk mengompensasikan ketiadaan pengalaman yang dimiliki. misal: self-motivated, fast learner, dst.
(4) jangan bicarakan masalah pribadi saat menyebutkan kekurangan diri sendiri, apalagi terkait pengalaman di tempat kerja sebelumnya
(5) beri jawaban yang singkat, lugas, dan jelas

Di luar kelima point di atas, saya percaya bahwa keyakinan bahwa Dia hanya akan memberikan keputusan terbaik juga penting agar saya bisa tetap tersenyum, apa pun hasilnya ^^


 foto: dokumentasi pribadi

Sunday, June 9, 2013

Belajar Menulis #3 Oleh-oleh dari Film Harry Potter

Weekend yang paling menyenangkan bagi saya adalah diam di rumah dan nonton film bareng Abi dan anak-anak. Kebetulan weekend kemarin kami habiskan dengan diam di rumah dan nonton bareng [film] Harry Potter.

Kebetulan lagi, setelah menonton film, Abi bertanya kepada kami semua, bagian mana dalam film yang paling berkesan. Abi juga meminta kami menyebutkan alasannya. Menurut si sulung, bagian yang paling menarik adalah ketika Albus Dumbledore meninggal. Saking berkesannya, ia ikut merasa sedih melihat Harry kembali harus kehilangan orang yang disayanginya, setelah kematian orangtuanya dan Sirius Black. Sementara itu, menurut si bungsu, bagian yang paling berkesan adalah ketika Voldemort membunuh James dan Lily Potter. Bagi saya sendiri, bagian yang paling berkesan adalah ketika Harry mengetahui bahwa Severus Snape ternyata berusaha melindungi dirinya dari Voldemort dan peristiwa terbunuhnya Dumbledore merupakan rekayasa yang dibuat oleh Dumbledore. Saya memilih bagian itu karena bagian itu benar-benar diluar dugaan saya sebagai penonton filmnya dan adanya unsur emosi yang terlibat (bahwa Severus jatuh cinta pada Lily Potter dan berusaha menunjukkan ketulusan cintanya dengan melindungi Harry) telah menambah daya tarik cerita yang barangkali juga tidak terpikirkan oleh kebanyakan penonton seperti saya.

Dari kebetulan yang kedua tadi, saya belajar tentang satu hal yang bersifat teknis untuk membuat cerita: bahwa tokoh abu-abu kadang diperlukan untuk menambah daya tarik cerita, dan peran dari tokoh ini sebaiknya dibuat 'tidak terang' (untuk membedakannya dengan gelap), hingga cerita menjelang berakhir. 

Entah apakah ini juga pelajaran penting untuk menulis cerita yang baik, tapi saya melihat adanya peningkatan suspens dari film pertama hingga film terakhir. Jika film pertama lebih bersifat perkenalan tentang siapa Harry, bagaimana ia mengawali hidupnya di Hogwarts, dan berkenalan dengan Voldemort, di film kedua mulai diperkenalkan tentang misteri dibalik You-Know-Who dan keterlibatannya dengan Hogwarts, sedangkan klimaks (menurut saya) mulai diperkenalkan di film ketiga ketika Harry ditinggal pamannya, Sirius Black, yang mati dibunuh Bellatrix dan Harry sendiri dikejar-kejar oleh Voldemort. Pembukaan klimaks ini ditambah dengan klimaks puncak ketika Harry kembali ditinggal oleh mentornya, Dumbledore, dan Harry harus mencari sisa Horcrux yang belum ditemukan agar ia bisa melemahkan Voldemort sebelum mereka bertemu.

Yang tidak kalah menarik dari film ini adalah bagaimana J.K. Rowlings menunjukkan melalui Harry tentang sikap-sikap positif tentang keberanian, keteguhan terhadap prinsip, kesetiaan dan persahabatan. Sayang, film itu juga diselingi adegan yang tidak layak ditonton anak-anak. Saya harus beberapa kali menjelaskan kepada anak-anak saya juga tentang perbedaan budaya dan inkompatibilitas budaya Barat dengan nafas Islam. 


http://harrypotter.wikia.com/wiki/File:Wizarding-world-of-harry-potter-logo.jpg




Friday, June 7, 2013

Ketika internet sakit ...

Sudah beberapa hari ini ngga bisa online pasalnya internet di rumah sering demam, koneksi internet pun jadi terganggu. Tapi, dua hari tanpa internet ternyata lumayan untuk mendetox saya dari keinginan untuk mengecek pesan di fesbuk dan di email, memelototi blog tanpa mampu menambah isinya ^^ ataupun melakukan bid untuk akun freelancer saya tanpa saya mampu mendapatkan hasil dari berbagai proyek yang ditawarkan di sana.

Ternyata, ketika internet sakit saya jadi punya waktu untuk berpikir ulang tentang seabrek kegiatan saya di dunia maya dan bagaimana semua itu berkorelasi dengan kepanikan saya menghadapi kondisi purna tugas. Abi pernah bertanya, apakah semua kegiatan itu dimaksudkan untuk menghasilkan sesuatu? Waktu itu saya bilang dengan mantap, insyaAllah iya, karena memang itu tujuan saya. Tapi mungkin cara saya untuk mendayagunakan waktu dan energi saya untuk mencapai tujuan masih belum sejalan, dibandingkan waktu yang saya pakai untuk tujuan yang benar-benar produktif mungkin saya masih banyak porsi yang saya habiskan untuk tujuan non-produktif untuk, misalnya, sekadar mengecek status teman dan akun pribadinya di fesbuk, yang terburuk adalah jika saya kemudian membandingkan diri sendiri dengan keadaan teman lainnya yang dianggap lebih lalu memberi ruang untuk bibit iri bersemayam di hati. Astaghfirullahal adziim ...

Lalu, ketika internet mulai batuk-batuk dua hari yang lalu hingga akhirnya benar-benar butuh istirahat selama satu hari kemarin, saya punya cukup waktu untuk membersihkan pikiran saya, bahkan juga merecharge motivasi dan tujuan saya untuk berkecimpung di dunia permayaan. Puasa adalah detox yang paling sehat dan saya harus berterima kasih Pada Sang Maha Kasih karena memberi saya kesempatan untuk mendetox diri saya dengan caranya yang paling indah. Sungguh.

foto: dokumentasi pribadi



Tuesday, June 4, 2013

Belajar Masak #6 Brownies

Halah ... hari ini postingannya masak lagi. Lagi semangat untuk belajar masak nih ceritanya ... Tapi, eh, ngga ding. Jujur aja, yang semangat masak sebenarnya bukan saya, tapi si bungsu. Ceritanya, kemarin setelah berhasil (di dalam kamus belajar memasak saya tidak ada istilah gagal, adanya istilah berhasil saja, hehehe ..., bahkan sekiranya hasil masakannya kurang enak pun saya berusaha membuat sugesti positif dengan mengatakan, 'variasi rasa', hihihi ... pembaca dilarang protes, ya :D) membuat banana muffin, si bungsu protes ke saya karena dia ngga bisa ikut makan karena 'beda selera' (untuk tidak mengatakan: tidak doyan, bwahahaha ....).

Sebagai kompensasinya, si bungsu minta saya untuk melibatkan dia dalam proses memasak karena dia yakin bahwa kalau dia terlibat maka masakan saya akan sesuai dengan seleranya. Jadi, dengan mempertimbangkan seleranya pula, saya mencoba pilihkan resep kue baru untuk kami praktikkan bersama: brownies. Resepnya saya dapatkan dari Majalah Ummi edisi lawas. O ya, karena cara membuatnya memang praktis, jadi persiapan membuatnya tidak lebih dari 15 menit.

Bahan-bahannya:
1,5 cup tepung terigu
1,5 cup gula pasir (saya kurangi jadi 1 cup kurang dikit)
4 butir telur, dikocok
1/2 sdt vanili
3/4 coklat bubuk (saya kurangi jadi 1/2 cup)
1 cup minyak goreng (saya kurangi juga jadi 1/2 cup saja)

Topping bebas: boleh keju parut, boleh kacang mede, boleh juga irisan kacang almond.

Cara membuatnya:
(1) gula pasir dan telur diaduk rata
(2) Tambahkan tepung terigu, vanili, coklat bubuk, dan minyak goreng
(3) Masukkan ke dalam loyang. Masak di oven.

O ya, hampir lupa, untuk topping saya pakai sisa keju yang tinggal se-emprit di kulkas. makanya ada parutan keju yang gede-gede akibat ngga bisa keparut. Karena mau masuk perut sendiri, jadi banyak kriteria makanan layak pandang dan layak icip diabaikan ... yang penting kan tidak memabukkan (elho?!).

Hasilnya ... voila! Apa adanya seperti yang tampak dalam gambar ^^

foto: aseli masih anget, belum lama diambil dari oven


Psst, resep ini kami ujicobakan persis sebelum waktunya si bungsu tidur. Rencananya malam ini kami mau tidur lebih awal, tapi si bungsu kembali protes karena kami belum juga membuat brownies yang kami rencanakan tadi siang, maka dengan satu anggukan kepala si bungsu pun sigap mengambilkan semua bahan yang diperlukan. Untuk urusan kocok-mengocok, aduk-mengaduk, rata-meratakan, hingga memarut keju, semua dikerjakan si bungsu. Saya cuma jadi tukang timbang takarannya sadjah. Dan itulah sebenarnya hal yang paling menyenangkan bagi saya: melihat si bungsu antusias dengan apa yang dilakukannya. Syukur alhamdulillah ^^









Monday, June 3, 2013

Belajar Masak #5 Muffin Pisang

Pagi tadi, sebenarnya sudah saya siapkan tulisan untuk diposting di blog. Agak luar biasa, sebenarnya, karena biasanya kalau pagi-pagi belum ada gambaran mau nulis apa, tapi karena temanya udah kepikiran sejak semalem, jadi waktu bangun tidur pagi tadi buru-buru nulis semua ide yang udah terbayang. Tapi, olala, waktu naskah siap diberi image penyerta, ternyata internetnya off dan blogspot memberi tanda: stay or leave page ... tanpa pikir panjang saya pilih yang leave page, tapi setelah itu ... oh, baru sadar apa yang saya lakukan. Teks yang ditulis panjang-panjang belum juga disimpan dalam draft, sehingga tidak ada jejak sama sekali dari tulisan saya. Alamak.

Karena kesal saya jadi malas ngetik ulang dari awal. Saya pikir betenya akhir berakhir segera, tapi ternyata sampai siang pun masih bete, wah gawat ... saya pun cari cara. Akhir-akhir ini, saya suka dengan praktik masak cup cake, jadi saya pikir mungkin cari resep cup cake bisa dicoba juga. Eh, pucuk dicinta ulam tiba, saya temukan satu resep dari majalah ummi edisi agak lawas. Cocok sekali. Di resepnya disebutkan kalau bahan utamanya adalah pisang.... Kebetulan Abi baru saja beli pisang banyak, jadi saya ngga perlu cari-cari bahan yang belum ada. Ah, senangnya.

O ya, resep yang saya praktikkan kali ini sebenarnya bukan cup cake, tapi muffin. Menurut orang yang jago masak dan bikin kue, muffin dan cup cake itu berbeda. Tapi, sebagai orang awam, saya sih melihat keduanya seperti saudara kembar, atau setidaknya sepupu ^^ 


Bahan-bahannya:

2 buah pisang ambon, diblender (saya pakai pisang apa pun yang ada di rumah)
100 gr gula pasir (saya pakai 80 gr saja)
130 gr tepung terigu
100 gr mentega, dicairkan
1 butir telur, dikocok
1/2 sdt baking powder
1/2 sdt baking soda


Cara membuatnya:

(1) Pisang yang sudah dihaluskan dicampur dengan gula pasir, ratakan
(2) Masukkan tepung terigu, telur yang sudah dikocok dan mentega yang sudah dicairkan, ratakan
(3) Terkhir, tambahkan baking powder dan baking soda, ratakan
(4) Siap untuk dipanggang. Dalam resep disebutkan supaya dipanggang di oven dengan suhu 180 derajat, tapi saya kan pakai oven B*MA, jadi saya ngga pakai perhitungan derajat, tapi lama pemanggangan kurang lebih 20 menit.


Senangnya, karena tidak perlu dimixer, jadi alat-alat yang dipakai tidak banyak, cucian kotor juga tidak banyak ^^ dan lebih praktis juga ^^ Tapi, tidak senangnya, karena warnanya agak gelap dan tidak ada toppingnya, jadi anak-anak juga terlihat kurang semangat memakannya *sigh* Wah, alamat bakal jadi cemilan saya dan Abi berdua saja ... May be if next time I try something different with chocolate inside, kids will love it ... Semangaaat!


foto: muffin aseli buatan sendiri

*) muffin yang terlihat ada lubangnya itu sebenarnya muffin yang ditusuk-tusuk (random) dengan sumpit untuk mengecek apakah sudah matang bagian dalamnya atau belum
 

Saturday, June 1, 2013

Belajar Menulis #2 Indonesian Moms' Bloggers

Baru beberapa hari yang lalu saya ikut bergabung dengan KEB (Kumpulan Emak-Emak Blogger), dan saya dibuat terkagum-kagum dengan kemampuan para emak yang ternyata doyan ngeblog. Ya ampun, ke mana aja saya selama ini, yak? Hmmm ... untuk menghindari curcol yang tidak perlu di blog ini, saya mau cerita tentang emak-emak hebat yang saya sambangi blognya.

Kalau saya perhatian, blog-blog ini dikelola secara pribadi oleh para emak. Ada yang masih pemula seperti saya, tapi lebih banyak lagi yang sudah malang melintang di dunia blogging. Ini, misalnya, keliatan dari banyaknya tulisan yang sudah mereka posting dan penggunaan template blogging yang di luar standar ... di tangan emak-emak ini, blog-blog mereka jadi terlihat indah dan profesional. Tulisan mereka juga bagus-bagus, saya kadang mikir sendiri ... kok bisa ya mereka kepikiran menuliskan tema itu di blog mereka, sementara saya masih sering jumpalitan cari ide sana-sini untuk dituliskan di blog saya. Topik yang mereka tuliskan berangkat dari hal-hal keseharian, tapi gagasan yang mereka tawarkan benar-benar fresh. Orisinil dan keren. Seru lah. Banyak dari mereka yang ibu rumah tangga, seperti saya, tapi banyak juga yang bekerja, part time maupun full time. Super!

O ya, anggota KEB sendiri tersebar di seluruh Indonesia bahkan hingga ke mancanegara. Mereka yang tinggal di mancanegara adalah emak-emak asal Indonesia, namun karena kerja ataupun keluarga jadinya tinggal di luar negeri. Di KEB para emak ini saling memotivasi dan berbagi informasi. Duh, saya jadi malu sendiri ... sering saya bicara tentang pemberdayaan perempuan tanpa tau bagaimana menerapkannya dalam tindakan. Tapi di KEB, saya melihat sendiri bagaimana perempuan berdaya dengan kesadaran dan kehendak dirinya sendiri. Jempol buat KEB dan para emak. Hidup emak-emak Indonesia!


foto: dokumentasi pribadi